Jakarta, hetanews.com - Ratna Sarumpaet, terdakwa kasus berita bohong mengenai penganiayaan dirinya, mulai disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Memasuki sidang kedua, Rabu (6/3), tim penasihat hukumnya mengajukan eksepsi (keberatan atas surat dakwaan), setelah dalam sidang sebelumnya jaksa penuntut umum membacakan dakwaan.
Putri Ratna Sarumpaet, Atiqah Hasiholan, menemani ibunya dalam persidangan kedua. Ia yakin, dalam putusan selanya majelis hakim PN Jakarta Selatan akan membeaskan sang ibu dari dakwaan karena pasal tuduhan jaksa dianggap tidak tepat.
Atiqah, seorang aktris dan foto model, datang ke PN Jakarta Selatan bersama dua kakaknya, Ibrahim dan Fathom Saulina. Istri aktor Rio Dewanto tersebut mengaku kecewa setelah majelis hakim menolak permohonan penangguhan penahanan terhadap Ratna Sarumpaet. Atiqah mengungkapkan kekhawatiran atas kondisi kondisi kesehatan sang ibu selama dalam tahanan di Polda Metro Jaya. Berikut petikan wawancara Tribun Network dengan Atiqah.
Bagaimana tanggapan Anda soal penolakan permohonan penangguhan penahanan terhadap ibu Anda?
Ya alhamdulillah. Ibu saya memang sehat. Ibu saya bukan sakit yang kesakitan, tapi ibu saya memang sudah berusia. Namanya sudah berusia pasti ada saja gangguan-gangguannya. Makanya kami menggunakan hak kita untuk meminta. Kalau hakim punya keputusan yang lain ya sudah, yang penting kami sudah meminta. Yang pasti ya kami namanya keluarga, ada hak ya masak tidak digunakan.
Apakah akan mengajukan penangguhan penahanan lagi?
Kalau ada haknya ya ngajuin lagi. Terus saja kalau ada haknya. Upaya apa saja yang sudah dilakukan keluarga untuk menyelesaikan perkara Ibu Anda?
Pastinya sudah konsultasi dengan berbagai ahli pidana. Di media-media, di televisi-televisi, juga para ahli menyampaikan hal yang sama seperti tercantum dalam eksepsi yaitu dakwaan terhadap ibu saya itu tidak tepat.
Pasal yang dituduhkan pada ibu saya merupakan delik materil bukan delik formil. Jadi dalam delik materiil itu harus ada akibat dari perbuatan ibu saya. Apakah perbuatan ibu saya mengakibatkan keonaran?
Terjadinya keonaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 Undang-undang No 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, adalah terjadinya kerusuhan. Apakah cuitan (di Twitter) orang itu dianggap kerusuhan? Gitu kan? Kerusuhan yang harus diselesaikan pihak berwajib, gitu ya?
Kalau mereka (jaksa penuntut umum) kasih contoh terjadi kerusuhan seperti peristiwa Mei 1998, Malari (malapetaka 15 Januari 1974) dan lain-lain, mungkin bisa saya pahami. Kalau hanya terjadi demonstrasi, bagi saya itu bukan bukan kerusuhan dan keonaran. Itu aspirasi.
Siapa ahli pidana yang Anda maksud?
Seperti yang tadi saya bilang, di luar sana, di media, ada beberapa lah ya. Satu di antaranya Prof Dr Andi Hamzah (mantan petinggi Kejaksaan Agung), Prof Dr Mahfud MD (mantan Ketua Mahkamah Konstitusi), mereka bilang ini dakwaannya tidak tepat.
Tadi penasihat hukum minta agar majelis menyatakan semua dakwaan dicabut, dari keluarga minta seperti itu. Yang pasti begini. Ibu saya sudah mengaku salah, gitu ya.
Ibu telah meminta maaf kepada publik. Dia juga siap kok menghadapi kekeliruan yang dia buat. Tapi kesiapannya itu, karena kita negara hukum, ya harus dengan dakwaan yang tepat.
Dari pihak keluarga berharap tidak ada politisasi dalam proses ini, tapi isunya menguat ada politisasi?
Saya tidak mau menanggapi itu.
Apa harapan kedepannya?
Jadi harapan dari kami, hukum ini bagi saya orang awam hukum, harusnya ilmu yang pasti. Apalagi ini berkaitan dengan perundang-undangan apakah si A bersalah atau si B bersalah, si A patut didakwakan atau si B patut didakwakan.
Saya harap antara para ahli pidana di luar sana, dengan jaksa penuntut dan para hakim tidak ada perbedaan pendapat signifikan. Bakal membingungkan masyarakat kalau yang ini bilang ini yang ini bilang gitu. Jadi saya harapkan eksepsi kami diterima. (gita irawan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar